Rabu, 13 Juni 2012

TEORI KONSUMSI DALAM EKONOMI ISLAM


TEORI KONSUMSI DALAM EKONOMI ISLAM

Oleh : Amirul Ikhsan

Latar belakang
Konsumsi pada hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan. Dalam kerangka Islam perlu dibedakan dua tipe pengeluaran yang dilakukan oleh konsumen muslim yaitu pengeluaran tipe pertama dan pengeluaran tipe kedua. Pengeluaran tipe pertama adalah pengeluaran yang dilakukan seorang muslim untuk memenuhi kebutuhan duniawinya dan keluarga (pengeluaran dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dunia namun memiliki efek pada pahala diakhirat). Pengeluaran tipe kedua adalah pengeluaran yang dikeluarkan semata – mata bermotif mencari akhirat.
Konsumsi adalah kegiatan ekonomi yang penting, bahkan terkadang dianggap paling penting. Dalam mata rantai kegiatan ekonomi, yaitu produksi, konsumsi, distribusi, seringkali muncul pertanyaan manakah yang paling penting dan paling dahulu antara mereka. Jawaban atas pertanyaan itu jelas tidak mudah, sebab memang ketiganya merupakan mata rantai yang terkait satu dengan yang lainnya, lebih jelasnya akan dibahas dalam isi makalah
Etika Konsumsi dalam Islam
Konsumsi berlebih – lebihan, yang merupakan ciri khas masyarakat yang tidak mengenal Tuhan, dikutuk dalam Islam dan disebut dengan istilah israf (pemborosan) atau tabzir (menghambur – hamburkan harta tanpa guna). Tabzir berarti menggunakan barang dengan cara yang salah, yakni, untuk menuju tujuan – tujuan yang terlarang seperti penyuapan, hal – hal yang melanggar hukum atau dengan cara yang tanpa aturan. Pemborosan berarti penggunaan harta secara berlebih – lebihan untuk hal – hal yang melanggar hukumdalam hal seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, atau bahkan sedekah. Ajaran – ajaran Islam menganjurkan pada konsumsidan penggunaan harta secara wajar dan berimbang, yakni pola yang terletak diantara kekikiran dan pemborosan. Konsumsi diatas dan melampaui tingkat moderat (wajar) dianggap lisraf dan tidak disenangi Islam.
Salah satu ciri penting dalam Islam adalah bahwa ia tidak hanya mengubah nilai – nilai dan kebiasaan – kebiasaan masyarakat tetapi juga menyajikan kerangka legislatif yang perlu untuk mendukung dan memperkuat tujuan – tujuan ini dan menghindari penyalahgunaannya. Ciri khas Islam ini juga memiliki daya aplikatif terhadap kasus orang yang terlibat dalam pemborosan atau tabzil. Dalam hukum (Fiqh) Islam, orang semacam itu seharusnya dikenai pembatasan – pembatasan dan, bila dianggap perlu,dilepaskan dan dibebaskan dari tugas mengurus harta miliknya sendiri. Dalam pandangan Syari’ah dia seharusnya diperlukan sebagai orang yang tidak mampu dan orang lain seharusnya ditugaskan untuk mengurus hartanyaselaku wakilnya.
Model Keseimbangan Konsumsi Islam
Keseimbangan konsumsi dalam ekonomi Islamdidasarkan pada prinsip keadilan distribusi. Jika tuan A mengalokasikan pendapatannya setahun hanya untuk kebutuhan materi, dia tidak berlaku adil karena ada pos yang nbelum dibelanjakan, yaitu konsumsi sosial. Jika demikian, sesungguhnya dia hanya bertindak untuk jalannya diakhirat nanti.
Secara sederhana Metwally (1995: 26-23) telah memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam perumusan keseimbangan konsumsi Islami.
Dimana :
S : Sedekah
H :  Harga barang dan jasa
BR : Barang
JS : Jasa
Z : Zakat (25%)
P : Jumlah pendapatan
Batasan Konsumsi Dalam Syari’ah
Dalam Islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peranan keimanan. Peranan keimanan menjadi tolak ukur penting karena keimanan memberikan cara pandang dunia yang cenderung mempengaruhi kepribadian manusia, yang dalam bentuk perilaku, gaya hidup, selera, sikap – sikap terhadap sesama manusia, sumberdaya, dan ekologi. Keimanan sangat mempengaruhi sifat kuantitas, dan kulitas konsumsi baik dalam bentuk kepuasan materil maupun spiritual. Dalam konteks inilah kita dapat berbicara tentang bentuk – bentuk halal dan haram, pelarangan terhadap israf, pelarangan terhadap bermewah – mewahan dan bermegah – megahan, konsumsi sosial, dan aspek – aspek normatif lainnya. Kita melihat batasan konsumsi dalam Islam sebagaimana diurai dalam Alqur’an surah Al-Baqarah [2]: 168 -169 :
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dibumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah – langkah setan; karena setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu. Sesungguhnya setan hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.
Sedangkan untuk batasan terhadap minuman merujuk pada firman Allah dalam al qur’an surah Al-Maidah[5] : 90 :

Hai orang – orang yang beriman, sesungguhnya (minuman khamer, berjudi,(berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan – perbuatan itu agar kamu beruntung.
Ketentuan Islam Dalam Konsumsi
Konsumsi adalah permintaan sedangkan produksi adalah penyediaan. Kebutuhan konsumen yang kini dan yang telah diperhitungkan sebelumnya merupakan insentif pokok bagi kegiatan – kegiatan ekoniminya sendiri. Mereka mungkin tidak hanya menyerap pendapatannya tetapi juga memberi insentif untuk meningkatkannya. Hal ini berarti pembicaraan mengenai konsumsi adalah penting dan hanya para ahli ekonomi yang mempertunjukkan kemampuannya untuk memahami dan menjelaskan prinsip produksi dan konsumsi. Perbedaan antara ekonomi modern dan ekonomi Islam dalam hal konsumsi terletak pada cara pendekatan dalam memenuhi kebutuhan seseorang. Islam tidak mengakui kegemaran materialistis semata – mata dan pola konsumsi modern. Islam berusaha mengurangi kebutuhan material manusia yang luar biasa sekarang ini.
PERILAKU KONSUMEN MUSLIM
Dalam bidang konsumsi, Islam tidak menganjurkan pemenuhan keinginan yang tak terbatas. Secara hirarkisnya, kebutuhan manusia dapat meliputi ; keperluan, kesenangan dan kemewahan. Dalam pemenuhan kebutuhan manusia, Islam menyarankan agar manusia dapat bertindak ditengah – tengah (moderity) dan sederhana (simpelicity). Pembelanjaan yang dianjurkan dalam Islam adalah yang digunakan untuk memenuhi “kebutuhan” dan melakukan dengan cara rasional. isharf dilarang dalam al – Qur’an. Tabzir berarti membelanjakan uang ntuk sesuatu yang dilarang menurut hukum Islam. Perilaku ini sangat dilarang oleh Allah swt.
Dasar Hukum prilaku konsumen
Hasan sirry menyatakan bahwa sumber hukum konsumsi yang tercactum dalam Al-Qur’an adalah,
Artinya:
Makanlah dan minumlah,namun janganlah berlebih – lebihan, Sesungguhnya Allah itu tidak menyukai orang – orang berlebih – lebihan.

Sumber yang berasal dari Hadits Rasul adalah,
Artinya:
Abu Said Al – Chodry r.a. berkata: ketika kami dalam bepergian bersama Nabi saw. Mendadak datang seseorang berkendara, sambil menoleh kekanan kekiri seolah – olah mengharapkan bantuan makanan, maka bersabda Nabi: “siapa yang mempunyai kelebihan kendaraan harus dibantukan pada yang tidak mempunyai kendaraan. Dan siapa yang mempunyai kelebihan bekal harus dibantu kepada yang tidak berbekal.” Kemudian Rasulullah menyebut berbagai macam jenis kekayaan hingga kita merasa seseorang tidak berhak memiliki sesuatu yang lebih dari kebutuhan hajatnya..
Keadilan Dalam Konsumsi
Prinsip keadilan menentukan cara penggunaan harta sebagaimana diterangkan dalam ayat Al – Qur’an berikut:
Ÿwur ¨ûtù|¡øts tûïÏ%©!$# tbqè=yö7tƒ !$yJÎ/ ãNßg9s?#uä ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù uqèd #ZŽöyz Nçl°; ( ö@t/ uqèd @ŽŸ° öNçl°; ( tbqè%§qsÜãy $tB (#qè=σr2 ¾ÏmÎ/ tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# 3 ¬!ur ß^ºuŽÏB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 3 ª!$#ur $oÿÏ3 tbqè=yJ÷ès? ׎Î6yz

Tidak ada komentar:

Posting Komentar