TEORI KONSUMSI DALAM EKONOMI ISLAM
Oleh : Amirul Ikhsan
Latar belakang
Konsumsi pada
hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan. Dalam
kerangka Islam perlu dibedakan dua tipe pengeluaran yang dilakukan oleh
konsumen muslim yaitu pengeluaran tipe pertama dan pengeluaran tipe kedua.
Pengeluaran tipe pertama adalah pengeluaran yang dilakukan seorang muslim untuk
memenuhi kebutuhan duniawinya dan keluarga (pengeluaran dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan dunia namun memiliki efek pada pahala diakhirat).
Pengeluaran tipe kedua adalah pengeluaran yang dikeluarkan semata – mata
bermotif mencari akhirat.
Konsumsi adalah
kegiatan ekonomi yang penting, bahkan terkadang dianggap paling penting. Dalam
mata rantai kegiatan ekonomi, yaitu produksi, konsumsi, distribusi, seringkali
muncul pertanyaan manakah yang paling penting dan paling dahulu antara mereka.
Jawaban atas pertanyaan itu jelas tidak mudah, sebab memang ketiganya merupakan
mata rantai yang terkait satu dengan yang lainnya, lebih jelasnya akan dibahas
dalam isi makalah
Etika Konsumsi dalam Islam
Konsumsi
berlebih – lebihan, yang merupakan ciri khas masyarakat yang tidak mengenal
Tuhan, dikutuk dalam Islam dan disebut dengan istilah israf (pemborosan) atau tabzir
(menghambur – hamburkan harta tanpa guna). Tabzir berarti menggunakan barang dengan cara yang salah, yakni,
untuk menuju tujuan – tujuan yang terlarang seperti penyuapan, hal – hal yang
melanggar hukum atau dengan cara yang tanpa aturan. Pemborosan berarti
penggunaan harta secara berlebih – lebihan untuk hal – hal yang melanggar
hukumdalam hal seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, atau bahkan sedekah.
Ajaran – ajaran Islam menganjurkan pada konsumsidan penggunaan harta secara
wajar dan berimbang, yakni pola yang terletak diantara kekikiran dan
pemborosan. Konsumsi diatas dan melampaui tingkat moderat (wajar) dianggap lisraf dan tidak disenangi Islam.
Salah satu ciri
penting dalam Islam adalah bahwa ia tidak hanya mengubah nilai – nilai dan
kebiasaan – kebiasaan masyarakat tetapi juga menyajikan kerangka legislatif
yang perlu untuk mendukung dan memperkuat tujuan – tujuan ini dan menghindari
penyalahgunaannya. Ciri khas Islam ini juga memiliki daya aplikatif terhadap
kasus orang yang terlibat dalam pemborosan atau tabzil. Dalam hukum (Fiqh) Islam, orang semacam itu seharusnya
dikenai pembatasan – pembatasan dan, bila dianggap perlu,dilepaskan dan
dibebaskan dari tugas mengurus harta miliknya sendiri. Dalam pandangan Syari’ah dia seharusnya diperlukan
sebagai orang yang tidak mampu dan orang lain seharusnya ditugaskan untuk
mengurus hartanyaselaku wakilnya.
Model Keseimbangan Konsumsi Islam
Keseimbangan
konsumsi dalam ekonomi Islamdidasarkan pada prinsip keadilan distribusi. Jika
tuan A mengalokasikan pendapatannya setahun hanya untuk kebutuhan materi, dia
tidak berlaku adil karena ada pos yang nbelum dibelanjakan, yaitu konsumsi
sosial. Jika demikian, sesungguhnya dia hanya bertindak untuk jalannya
diakhirat nanti.
Secara sederhana Metwally (1995:
26-23) telah memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam perumusan
keseimbangan konsumsi Islami.
Dimana :
S : Sedekah
H :
Harga barang dan jasa
BR : Barang
JS : Jasa
Z : Zakat (25%)
P : Jumlah pendapatan
Batasan Konsumsi Dalam Syari’ah
Dalam Islam,
konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peranan keimanan. Peranan keimanan menjadi
tolak ukur penting karena keimanan memberikan cara pandang dunia yang cenderung
mempengaruhi kepribadian manusia, yang dalam bentuk perilaku, gaya hidup,
selera, sikap – sikap terhadap sesama manusia, sumberdaya, dan ekologi.
Keimanan sangat mempengaruhi sifat kuantitas, dan kulitas konsumsi baik dalam
bentuk kepuasan materil maupun spiritual. Dalam konteks inilah kita dapat
berbicara tentang bentuk – bentuk halal dan haram, pelarangan terhadap israf, pelarangan terhadap bermewah –
mewahan dan bermegah – megahan, konsumsi sosial, dan aspek – aspek normatif
lainnya. Kita melihat batasan konsumsi dalam Islam sebagaimana diurai dalam
Alqur’an surah Al-Baqarah [2]: 168 -169 :
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat dibumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah – langkah setan; karena
setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu. Sesungguhnya setan hanya menyuruh
kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu
ketahui.
Sedangkan untuk batasan terhadap
minuman merujuk pada firman Allah dalam al qur’an surah Al-Maidah[5] : 90 :
Hai orang – orang yang beriman, sesungguhnya (minuman khamer,
berjudi,(berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan – perbuatan itu agar kamu
beruntung.
Ketentuan Islam Dalam Konsumsi
Konsumsi adalah
permintaan sedangkan produksi adalah penyediaan. Kebutuhan konsumen yang kini
dan yang telah diperhitungkan sebelumnya merupakan insentif pokok bagi kegiatan
– kegiatan ekoniminya sendiri. Mereka mungkin tidak hanya menyerap
pendapatannya tetapi juga memberi insentif untuk meningkatkannya. Hal ini
berarti pembicaraan mengenai konsumsi adalah penting dan hanya para ahli ekonomi
yang mempertunjukkan kemampuannya untuk memahami dan menjelaskan prinsip
produksi dan konsumsi. Perbedaan antara ekonomi modern dan ekonomi Islam dalam
hal konsumsi terletak pada cara pendekatan dalam memenuhi kebutuhan seseorang.
Islam tidak mengakui kegemaran materialistis semata – mata dan pola konsumsi
modern. Islam berusaha mengurangi kebutuhan material manusia yang luar biasa
sekarang ini.
PERILAKU KONSUMEN MUSLIM
Dalam bidang
konsumsi, Islam tidak menganjurkan pemenuhan keinginan yang tak terbatas.
Secara hirarkisnya, kebutuhan manusia dapat meliputi ; keperluan, kesenangan
dan kemewahan. Dalam pemenuhan kebutuhan manusia, Islam menyarankan agar
manusia dapat bertindak ditengah – tengah (moderity)
dan sederhana (simpelicity).
Pembelanjaan yang dianjurkan dalam Islam adalah yang digunakan untuk memenuhi
“kebutuhan” dan melakukan dengan cara rasional. isharf dilarang dalam al
– Qur’an. Tabzir berarti membelanjakan uang ntuk sesuatu yang dilarang
menurut hukum Islam. Perilaku ini sangat dilarang oleh Allah swt.
Dasar Hukum prilaku konsumen
Hasan sirry
menyatakan bahwa sumber hukum konsumsi yang tercactum dalam Al-Qur’an adalah,
Artinya:
Makanlah dan
minumlah,namun janganlah berlebih – lebihan, Sesungguhnya Allah itu tidak
menyukai orang – orang berlebih – lebihan.
Sumber yang berasal dari Hadits Rasul adalah,
Artinya:
Abu Said Al – Chodry r.a.
berkata: ketika kami dalam bepergian bersama Nabi saw. Mendadak datang
seseorang berkendara, sambil menoleh kekanan kekiri seolah – olah mengharapkan
bantuan makanan, maka bersabda Nabi: “siapa yang mempunyai kelebihan kendaraan
harus dibantukan pada yang tidak mempunyai kendaraan. Dan siapa yang mempunyai
kelebihan bekal harus dibantu kepada yang tidak berbekal.” Kemudian Rasulullah
menyebut berbagai macam jenis kekayaan hingga kita merasa seseorang tidak
berhak memiliki sesuatu yang lebih dari kebutuhan hajatnya..
Keadilan Dalam Konsumsi
Prinsip keadilan
menentukan cara penggunaan harta sebagaimana diterangkan dalam ayat Al – Qur’an
berikut:
wur ¨ûtù|¡øts tûïÏ%©!$# tbqè=yö7t !$yJÎ/ ãNßg9s?#uä ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù uqèd #Zöyz Nçl°; ( ö@t/ uqèd @° öNçl°; ( tbqè%§qsÜãy $tB (#qè=Ïr2 ¾ÏmÎ/ tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# 3 ¬!ur ß^ºuÏB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 3 ª!$#ur $oÿÏ3 tbqè=yJ÷ès? ×Î6yz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar